Sabtu, 05 Mei 2012

Hambatan Menuju Bali Organik

Upaya menjadikan Bali sebagai pulau organik, menghadapi banyak hambatan. Program Bali Organik 2013 yang didengung-dengungkan sejak tiga tahun terakhir, ternyata tidak menargetkan penerapan sistem pertanian organik di seluruh lahan pertanian Bali.

"Program Bali Organik 2013 itu maksudnya adalah di 2013 kita harapkan sudah ada produk-produk pertanian organik dari petani kita yang masuk hotel, restoran, berupa sayur-mayur, buah-buahan, maupun tanaman hias. Setidaknya 25-40 persen produk pertanian yang ada di pasar merupakan produk organik di tahun itu. Artinya, kita menargetkan proses menuju organik itu sudah jalan," jelas Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Bali, Made Putra Suryawan.

Saat ini diperkirakan baru sekitar 25.000 hektar dari total 81.908 hektar luas areal pertanian di seluruh Bali yang sudah mulai merintis pertanian organik. Namun sebagian besar belum menerapkan pertanian organik sepenuhnya, melainkan semi organik dengan mengurangi penggunaan pupuk anorganik dan menambah pupuk organik. Jumlah tersebut terdiri atas 15.000 lahan pertanian yang mengikuti program sistem pertanian terintegrasi (simantri) dan 10.000 lahan pertanian yang mengikuti program subsidi ganda pupuk organik.
Kata Suryawan, menjadikan Bali sebagai pulau organik membutuhkan waktu yang tidak pendek. Dengan asumsi tidak terjadi gangguan biotik maupin abiotik seperti anomali cuaca dan lainnya, sebuah lahan pertanian diperkirakan membutuhkan waktu paling minim 8 tahun untuk bisa mendapat sertifikasi organik. Pasalnya, upaya menetralisir kandungan bahan kimia buatan dalam tanah tidak bisa serta merta. "Tetapi kalau ada problem-problem biotik dan abiotik seperti anomali cuaca seperti sekarang, bisa mundur lagi," jelasnya.

Langkah Terobosan

Organik dilakukan secara bertahap, untuk menjaga stabilitas produksi pertanian, terutama padi yang menjadi sumber pangan utama. Saat ini produksi padi Bali rata-rata mencapai 870 ton gabah kering giling per tahun.  Jumlah produksi tersebut menjadikan Bali sebagai salah satu provinsi yang mengalami surplus beras.
Peralihan dari pertanian anorganik ke pertanian organik dipastikan bakal menyebabkan menurunnya kapasitas produksi pada tahap awal, karena ada proses penyesuaian tanah. "Saya tidak bisa memprediksi berapa besar penurunannya, karena setiap lahan berbeda-beda. Yang pasti akan terjadi penurunan produksi di tahap awal," kata dia.

Suryawan mengaku tidak mau terjadi stagnasi produksi padi di Bali yang mengancam ketahanan pangan, hanya karena penerapan pertanian

organik secara terburu-buru. "Ketahanan pangan kita akan turun akibat pertanian organik. Saya tidak mau itu terjadi. Karenanya yang organik jalan, yang tidak organik tetap jalan untuk pemenuhan kebutuhan pangan," kata dia.

Namun upaya menuju Bali Pulau Organik dipastikan tetap berjalan. Salah satunya dengan kebijakan pengurangan subsidi pupuk anorganik secara bertahap, dan penambahan subsidi pupuk organik. Di tahun 2011 ini, dari total subsidi pupuk Rp 4 miliar, hanya Rp 1 miliar digunakan untuk pupuk anorganik, sisanya untuk pupuk organik. Pada 2012, seluruh subsidi pupuk anorganik akan dihapuskan. "Jadi total subsidi Rp 4 miliar kita berikan dalam bentuk pupuk organik," kata dia.

Upaya menuju Bali organik juga diupayakan dengan memfasilitasi kelompok-kelompok tani organik mendapatkan sertifikasi dari lembaga independen. Hingga 2011 ini, sudah ada 12 kelompok tani yang mengantongi sertifikat produk

organik dari Lembaga Sertifikasi Organik Seloliman. Produk pertanian yang disertifikasi beragam, mulai dari buah manggis, buah anggur, beras, sayur mayur, dan tanaman hias. Proses sertifikasi itu pun dibiayai langsung oleh Pemerintah Provinsi Bali. "Proses sertifikasi perlu biaya yang lumayan tinggi, dari 20 hingga 40 juta per satu sertifikat. Karenanya proses sertifikasi ini kita lakukan bertahap. Ini sebagai bukti bahwa komitmen kuat kita mewujudkan Bali organik," tegas Suryawan.

Upaya menuju Bali organik, tambah dia, terutama dirintis melalui kelompok-kelompok tani simantri (sistem pertanian terintegrasi) binaan pemerintah. Saat ini, sudah ada 150 kelompok simantri yang dibina pemerintah, dengan rata-rata jumlah petani 50 orang per kelompok. "Sekitar 40 persennya sekarang sudah mengarah ke pertanian organik. Setidaknya, mereka sudah mengurangi 75 persen penggunaan pupuk anorganik. Tetapi tentu perlu proses, tidak serta merta organik," katanya.

Ketua Yayasan Bali Organic Association (BOA), Luh Kartini, mengakui program Bali Organik sangat positif. Menjadikan Bali organik sangat mendesak mengingat penggunaan pupuk anorganik secara berlebihan sudah cukup merusak alam Bali. "Tetapi memang perlu komitmen kuat untuk bisa menerapkan ini. Gerakan Bali organic harus didukung semua pihak, baik sektor pendidikan, lembaga swadaya masyarakat, petani, pelaku pariwisata, dan lainnya," kata Kartini.

Diakui, beberapa pihak menyatakan program Bali Organik hanya sebagai lips service. "Namun sebenarnya tidak masalah disebut lips service. Setidaknya, sudah ada suatu gerakan di sini untuk menjadikan Bali organik. Ini sesuatu yang bagus, dan perlu kerjasama kita semua. Tidak bisa pemerintah sendiri," tambahnya.
Dikatakan, BOA sudah mendorong Bali organic sejak lama melalui berbagai kampanye. Namun upaya mendorong bali organic tersebut diakui tidak mudah, karena rendahnya kesadaran masyarakat untuk menjaga kesehatan dan lingkungannya. "Dan dengan dicanangkannya Bali Organic oleh pemerintah sekarang, ini satu kemajuan yang luar biasa sebenarnya. Dulu kita bermimpi untuk mendapat dukungan, sekarang ternyata sudah ada dukungan. Mari kita berpikir positif, bahwa segala sesuatu butuh evaluasi, ada kekurangannya jelas. Justru saatnya sekarang publik mendorong kekurangan-kekurangan ini. Saatnya semua pihak ikut ambil peran," harapnya. (viani)

Sumber : Tabloid Galang Kangin Edisi April 2012

BERITA TERKINI

ARSIP POST