Sabtu, 23 Juli 2011

Mengejar Artha Berlandaskan Dharma

Apabila suatu institusi, menggunakan dharma sebagai landasan, maka dapat diyakini, mereka dapat mendongkrak kemampuan institusi, dalam melipat gandakan kinerja-nya untuk mencapai tujuan yang ditetapkan.

Lawan tekapaning mangarjana, makapagwanang dharma ta ya, ikang dana antukning mangarjana, yatika patelun, sadhana ting telu, kayatnakena.

Nihan kramanya pinatelu, ikang sabhaga, sadhana ti kasiddhan-ing dharma, ikang kaping rwaning bhaga, sadhana ti kasiddhaning kama ika ikang kaping tiga, sadhana ti kasiddhaning artha ika, wrddhyakena muwah, mangkana kramanyan pinatiga, denika sang mahyun manggihakenang hayu.

Dan caranya berusaha memperoleh sesuatu, hendaklah berdasarkan dharma, dapat yang diperoleh karena usaha, hendaklah dibagi tiga, sebagai sarana mencapai yang tiga itu, perhatikanlah itu baik-baik.

Inilah hakekatnya maka dibagi tiga yang satu bagian sarana mencapai dharma, bagian yang kedua sarana untuk memenuhi kama, bagian yang ketiga sarana melakukan kegiatan usaha dalam bidang artha, itu agar berkembang kembali, demikian hakekatnya maka dibagi tiga, oleh orang yang ingin beroleh kebahagian.

[Sarasamuscaya : 262, 263]


Bait-bait dari naskah kuna Sarasamuscaya di atas, memberi landasan yang kokoh bagi kita, untuk memperoleh artha dengan berlandaskan dharma. Artha mempunyai arti dan pengertian yang sangat luas. Penterjemahannya tergantung dari hubungan kata dalam kalimat. Sebagai kata kerja, artha berarti berusaha, harapan atau menginginkan. Bila dikaitkan dengan Tri Warga, artha dihubungkan dengan kama dan dharma, sehingga dapat diartikan sebagai benda material yang memiliki nilai ekonomis serta mempunyai arti penting dalam kehidupan sehari-hari seperti uang, harta benda, rumah dan lain-lain. Selain itu, artha juga dapat berarti tujuan, maksud, motif, alasan atau keuntungan.

Dengan demikian, sloka Sarasamuscaya di atas, mengajarkan kepada kita cara untuk mencapai tujuan-tujuan yang memiliki nilai ekonomis, dengan berlandaskan dharma. Untuk mencapai tujuan-tujuan bernilai ekonomis, maka terdapat 3 bagian yang menjadi perspektif utama, yang pertama adalah dharma, lalu kama dan bagian ketiga adalah artha.

Penerapan dalam dunia bisnis

Apabila suatu institusi, menggunakan dharma sebagai landasan, maka dapat diyakini, mereka dapat mendongkrak kemampuan institusi, dalam melipat gandakan kinerja-nya untuk mencapai tujuan yang ditetapkan.

Tujuan atau artha suatu institusi tergantung dari misi atau alasan dibentuknya institusi tersebut. Untuk institusi bisnis, tujuan mereka tentu menghasilkan barang/jasa yang dapat bermanfaat bagi masyaarakat, sehingga hasil penjualannya dapat memenuhi target untuk memaksimalkan laba perusahaan. Berbagai istilah seperti Return On Investment (tingkat pengembalian investasi), profitability (kemampuan meraih laba), peningkatan pendapatan (revenue growth) adalah merupakan cara untuk mengukur tingkat keberhasilan strategi perusahaan dalam mencetak laba. Berbeda halnya dengan organisasi nirlaba, pencapaian visi, misi dan terlaksananya program kerja untuk memuaskan pemangku kepentingan (stakeholder) institusi menjadi tolok ukur utama keberhasilan.

Bagi institusi bisnis, untuk mencapai target atau bahkan meningkatkan laba pada perioda tertentu, maka mereka harus fokus pada bagaimana memuaskan pelanggan (customer satisfaction) yang menggunakan barang/jasa yang dihasilkan. Sedangkan bagi institusi nirlaba, tujuannya adalah melaksanakan misi dan program kerja sehingga menyentuh kepentingan seluruh anggota, seperti yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga serta berbagai ketetapan yang diputuskan bersama.

Institusi bisnis, untuk meningkatkan target pendapatan, selalu berupaya untuk menambah customer baru dan mempertahankan kesetiaan customer lama agar terus memanfaatkan produk / layanan perusahaan. Dalam kerangka untuk memuaskan pelanggan, tentu harus dipikirkan aspek produk yang meliputi : harga, kualitas, waktu penyerahan dan apakah dapat berfungsi seperti yang dikehendaki. Aspek lainnya adalah memperkuat relasi melalui hubungan kemitraan yang baik (partnership), serta upaya berkesinambungan untuk membangun citra institusi (brand image).


Upaya untuk memuaskan kebutuhan pelanggan, tentu harus diiringi dengan penyusunan internal process berupa aturan, prosedur, petunjuk pelaksanaan, uraian tugas pokok dan fungsi, yang dapat menjamin seluruh proses terfokus untuk melayani pelanggan. Proses internal tersebut antara lain mencakup manajemen operasi, manajemen pelanggan, kegiatan inovasi dan upaya penyesuaian terhadap regulasi serta kemampuan menjalin interaksi sosial dengan masyarakat sekitar.

Internal proses dapat mencapai tujuannya, jika dilaksanakan oleh personil yang memiliki komitmen tinggi dalam bekerja, serta kapabilitas cukup untuk melaksanakan peran yang ditugaskan. Modal sumber daya manusia (human capital) yang terdiri dari capability dan commitment ini, harus dibarengi dengan penyediaan sarana dan prasarana untuk ketersediaan informasi agar mudah untuk mengambil keputusan (information capital) serta iklim / suasana / atmosfir lingkungan kerja yang baik untuk menghasilkan rangkaian nilai (value chain) yang diharapkan (organization capital).

Berbagai tujuan dalam perspektif keuangan, kepuasan pelanggan, proses internal dan perspektif untuk terus belajar serta mengembangkan diri dari personil, akan membentuk rangkaian sebab akibat yang membangun peta strategi umum dalam mencapai tujuan. Target financial (Artha) dapat dicapai apabila tercapai kepuasan dari pelanggan (kama). Kepuasan dari pelanggan dapat tercapai apabila institusi memiliki aturan - prosedur yang dapat : (1) menjamin dihasilkannya barang/jasa yang berkualitas, (2) membangun hubungan kemitraan yang berkelanjutan serta (3) kemampuan untuk membangun citra institusi. Dharma / aturan dapat mencapai tujuannya apabila dilaksanakan oleh orang-orang yang memiliki kesadaran untuk melaksanakan swadharma, memiliki komitmen yang kuat untuk mengabdi serta kemampuan atau kapabilitas yang cukup untuk melaksanakan peran yang diberikan.

Ikang dharma ngaranya, hetuning mara ring swarga ika,
kadi gatining prahu, an hetuning banyaga nentasing tasik.

Yang disebut dharma, penyebab menuju sampai ke surga itu, seperti halnya sebuah perahu, (yang merupakan) alat bagi pedagang menyeberangi laut.

[Sarasamuscaya]

Karena itulah, dari logika yang saling terkait di atas, maka landasan sesungguhnya untuk mencapai artha adalah dharma yaitu aturan atau tata laksana yang dilaksanakan oleh personil yang memahami swadharmanya. Tata laksana yang baik, akan dapat memuaskan (kama) stakeholder yang menjadi pelanggan institusi, dan kepuasan diyakini akan dapat menghasilkan keuntungan (artha).

Menghadapi ketidak pastian perekonomian, kemampuan institusi untuk bertahan bahkan berkembang secara berkesinambungan baik saat ‘booming’ atau ‘resesi’ ekonomi, menjadi hal yang sangat penting. Kemampuan untuk dalam menyeimbangkan ‘diri’ saat ‘suka’ maupun ‘duka’ dapat dilakukan dengan mendistribusi kembali ‘artha’ yang didapat, ke dalam upaya-upaya peningkatan kepuasan pelanggan, investasi untuk menyempurnakan internal proses dan usaha peningkatan kesejahteraan pekerja sehingga memiliki keinginan untuk belajar dan terus mengembangkan diri. Distribusi ‘artha’ sesuai dengan kontribusi yang diberikan kepada institusi (balanced paycheck), perlu disertai dengan upaya-upaya pengukuran kinerja (performance measurement) di tingkat departemen maupun level personil secara akurat dan berkeadilan.

Rasa keadilan akan meningkatkan kepuasan personil dalam bekerja. Kepuasan akan meningkatkan komitmen untuk berkarya dan memotivasi karyawan untuk meningkatkan kapabilitas. Karyawan yang penuh motivasi akan mampu melaksanakan roda aturan institusi untuk membangun kepuasan pelanggan. Pelanggan yang puas diyakini akan meningkatkan laba perusahaan.

Rangkaian sebab akibat apabila dilaksanakan dengan konsisten, diyakini akan mampu mengantarkan baik personil maupun organisasi untuk mencapai tujuan yang ditetapkannya. Perusahaan atau institusi yang mampu mengimplementasi Catur Purusaartha sebagai landasan keyakinannya (core believes) serta Good Governance (transparansi, partisipasi dan akuntabilitas) dalam pola operasinya, akan lebih mudah dalam mengarungi gejolak perekonomian yang pasti berdampak terhadap untung dan rugi perusahaan. Mampu membangun kebersamaan untuk menghadapi suka dan duka, mampu bersyukur dikala suka maupun saat duka menerpa. Sukha tan pawali dukha.

Artha dari aDharma

Mencapai target finansial dengan cara melempar saham ke bursa, lalu merekayasa laporan keuangan sehingga menyesatkan pelaku bursa, adalah contoh-contoh pencarian keuntungan tidak berlandaskan dharma, karena tanpa diiringi dengan upaya memuaskan pelanggan, membangun internal proses yang baik dan memperkokoh sumber daya manusia institusi. Perusahaan perekayasa keuangan seperti Enron dan beberapa perusahaan di Indonesia yang jadi penjarah BLBI, ‘hidup’nya tidak langgeng, bahkan rontok dan membawa kerugian bagi masyarakat, sehingga pemiliknya jadi buronan pemerintah dan dihujat sepanjang hidup.

Organisasi nirlaba juga harus waspada, untuk tidak mengandalkan sumber dana dari sumbangan orang yang mendapatkan uang dengan cara adharma. Uang hasil adharma, harus dihindari, walaupun nantinya dipakai untuk membiayai usaha-usaha yang bersifat dharma. Sebab lebih benar orang menghindari lumpur daripada menginjaknya, walau lumpur itu dapat dibasuh kemudian.

Pembasuh utama dalam penyucian adalah menjauhi sesuatu yang tidak halal, adapun pembersihan dengan air dan sejenisnya bukanlah merupakan pembersihan utama. Uang yang diperoleh dengan jalan kotor, uang yang diperoleh dengan jalan melanggar hukum ataupun uang persembahan musuh, sumber-sumber keuangan seperti itu, tentu tidak sepatutnya jadi tujuan. Ketika donatur duit haram terkena masalah, akibat kelobaan yang berlebihan, maka tersingkaplah topeng kearifan yang ada. Terbongkar perilaku merampas paksa kepunyaan orang lain, maka lenyaplah kemuliaannya, keindahannya dan seluruh kewibawaannya.

Walau sulit akan lebih langgeng membangun dan membesarkan institusi dengan landasan dharma. Meraih pahala atau nikmat yang dirasakan akibat berbuat benar, yang diwujudkan dalam tiga hal yakni dharma, kama dan artha. Dengan teguh melaksanakan dharma, semoga perjuangan untuk mencapai tujuan, tidak dicemari oleh tindakan adharma.

Kala dan swadharma

Ikang tang janma wwang, ksanikaswabhawa ta ya, tan pahi lawan kedapning kilat, durlabha towi, matangnyan pongakenaya ri kagawayaning dharmasadhana, makaranang ing manacanang sangsara, swargaphala kunang.

Menjelma menjadi manusia itu, sebentar sifatnya, tak beda dengan kerdipannya petir, sungguh sulit, karenanya pergunakanlah itu untuk melakukan dharma sadhana yang menyebabkan musnahnya penderitaa; Surgalah pahalanya itu. [Sarasamuscaya : 14]

Titik awal terlaksananya peta strategi di atas adalah tersedianya personil yang memahami swadharmanya. Prinsip bekerja adalah amanah atau merupakan tugas suci harus tertanam di hati setiap personil. Hidup ini singkat bagaikan kilat. Alangkah rugi jika waktu berlalu tanpa manfaat. Apapun profesi atau swadharma kita di masyarakat, tentu harus diisi dengan kegiatan yang mendatangkan faedah, sehingga hidup yang singkat terisi dengan karya di bidang dharma, artha dan kama.

Hidup akan berhenti sewaktu-waktu, karena itulah dalam melaksanakan ketiga hal tersebut, dihindari tabiat membuang atau menunda-nunda waktu. Orang yang tidak berhasil menghasilkan karya dalam dharma, artha, kama dan moksa, memang hidup namun tiada berguna. Mereka hanya mementingkan memelihara badan wadagnya, yang pada akhirnya dicaplok oleh maut.

Tinggalkan keterikatan pada harta benda, sedekahkan kepada orang yang patut untuk diberikan sedekah. Demikian pula pelbagai kenikmatan duniawi, nikmatilah ia untuk menyenangkan hatimu, lalu berikanlah kepada orang yang engkau senangi dan setujui, sebab maut itu selalu cepat saja jalannya, tidak bisa dikalahkan.

Salam hangat, semoga bermanfaat.

Kelapa Gading, Buda Kliwon Dungulan


IB. Made Jaya Martha, Ir. MM.
Sekretaris III Parisada

BERITA TERKINI

ARSIP POST