oleh : Ir.Heri Purwanto
Sudah sekian lama angka kemiskinan di Indonesia belum mengalami perubahan yang berarti, bahkan setelah masuk dalam era reformasi ini; realitanya semakin hari semakin banyak orang miskin dan semakin hari semakin susah kehidupannya.
Walau secara statistic dikatakan ada penurunan namun masih berbeda acuhannya dengan standart pencacahan RTM dari kaca mata Bank Dunia, diluar standarisasi pengukuran criteria kemiskinan pada kenyataannya masih banyak dijumpai keterpurukan ekonomi di wilayah perkotaan diantara gedung-gedung bisnis serta perkantoran, baik ditinjau dari skala keterpurukan kelayakan hunian/pendapatan/lingkungan/kapasitas ketrampilan menyiasati ekonomi keluarganya.
Keterpurukan ini bukan karena factor individual dan kultur semata, melaikan ada sebab-sebab lain dalam structural termasuk didalamnya lahirnya kebijakan yang kurang pro poor; untuk itu perlu adanya reorientasi pembangunan baru yang lebih mengedepankan kajian lingkungan dan pendekatan yang manusiawi (Pemberdayaan Sejati). Pendekatan tersebut menempatkan manusia sebagai peran kunci dalam segala hal, dimana pola pembangunan tak hanya mendorong proses pembangunan yang populis semata tapi lebih pada bagaimana mampu menumbuhkan sebuah pola mikro yang bersimbiosis terhadap tumbuhkembangnya ekonomi kerakyatan.
Bertolak pada model pembangunan yang humanize tersebut dibutuhkan sebuah grand strategi yang menjunjung tinggi norma-norma nilai dalam pemberdayaan masyarakat pada konteks GOOD GOVERMANCE yang lebih familiar diwacanakan TIGA PILAR PEMBANGUNAN (Masyarakat Sipil+Pemerintah+Swasta).
Berangkat dari pola pandang diatas, maka Pemerintah Pusat meluncurkan PNPM MANDIRI PERKOTAAN bentuk program yang telah direvisi dari program sebelumnya sebagai usaha menumbuhkembangkan partisipatif masyarakat dalam kesadaran kritis penuh untuk memandang bahwa permasalahan negeri ini adalah tanggungjawab bersama, melalui peningkatan kapasitas SDM dan memberi akses pada komunitas warga lebih seimbang sehingga timbul transformasi Sosial, Ekonomi & Lingkungan yang harmoni.
Dari aspek diatas secara substansi PNPM MANDIRI PERKOTAAN menyemaikan pembelajaran terhadap PENGEMBANGAN (ENABLING), PERKUATAN POTENSI/DAYA (EMPOWERING) & TERCIPTANYA KEMANDIRIAN MASYARAKAT. Berdasarkan asumsi ini, maka PNPM MANDIRI PERKOTAAN berupaya untuk membangun daya dengan cara MENDORONG, MEMOTIVASI & MEMBANGKITKAN KESADARAN KRITIS terhadap potensi yang ada dengan landasan kemandirian.
Dengan pembelajaran diatas, diharapkan komunitas dapat menciptakan THE GOOD COMMUNITY & COMPETENCY dalam menatap perubahan dalam pembangunan nasional, yakni :
- Setiap anggota masyarakat berinteraksi satu sama lain berdasarkan jiwa kepedulian penuh.
- Komunitas memiliki kemampuan untuk mengurus kepentingannya sendiri secara bertanggungjawab penuh & mengedepankan prioritas yang ada.
- Komunitas yang memiliki kemampuan penuh untuk mengidentifikasikan & memecahkan masalahnya sendiri secara partisipatif.
- Komunitas yang mampu mendistribusikan kekuatan/kekuasaan secara merata sehingga semua komponen berkesempatan riil & bebas berkehendak
- Semua komponen berpartisipatif aktif.
- Komunitas mampu member makna kepada anggota/komunitas lainnya.
- Adanya heterogenitas & perbedaan pandapat yang mengakar pada pewujudan kesamaan pandang.
- Mampu membangun kerjasama yang rasional, kekeluargaan & managemen konflik yang berwawasan manusiawi.
Manakala substansi diatas dipunyai oleh BKM (Badan Keswadayaan Masyarakat) selaku elemen pembentuk wadah kolektif warga, maka arah pembaharuan pembangunan nasional yang berbasis manusia warga akan mudah terwujud dan manusia akan dimanusiakan secara utuh.
Arah ke sana sudah disemaikan pada wilayah Bali pada umumnya dan Denpasar Selatan pada khususnya, hingga kini secara matriks kinerja BKM se Denpasar Selatan dihasilkan 5 wilayah desa/kelurahan yang BERDAYA menuju KEMANDIRIAN KOMUNITAS dari 10 desa/kelurahan yang ada sekecamatan, baik dikaji secara:
1. Keorganisasian warganya.
2. Kesekretariatan & tertib administrasinya.
3. Kepedulian & partisipasi warganya.
4. Kesinergian dengan pola perencanaan & kebijakan pembangunan desa/kelurahannya.
5. Kemampuan menumbuhkan keswadayaan & keswakelolaannya.
6. Kemampuan pengelolaan pengaduan masyarakat & transparansi kegiatanya.
7. Kemampuan mengelola media warganya sebagai informasi local.
8. Kemampuan menggalang kemitraan local.
9. Dan lain-lain.
Menginjak pada putaran program ke 4 (PHASING OUT), maka konsep pemberdayaan masyarakat kearah kompetensi kemandirian sangatlah didorong agar arah pemberdayaan menuju masyarakat madani segera mampu diwujudkan. Guna mensejajarkan matrixs BKM pada tataran kompetensi komunitas, maka 10 desa/kelurahan di Kecamatan Denpasar Selatan harus secara sungguh-sungguh membangun KESADARAN KRITIS (Kepedulian yang tulus/Ngayah) & MEMBANGUN MODAL SOSIAL secara signifikan serta memahami substansi nilai-nilai yang tertulis diatas.
Pola yang harus terbangun dalam waktu dekat ini adalah:
- Sosialisasi massal (Setiap Banjar) tentang keberadaan PNPM MANDIRI PERKOTAAN.
- Refleksi Kemiskinan & Pemetaan Swadaya terhadap permasalahan local yang ada.
- Reorientasi/Review Kelembagaan BKM & PJM PRONANGKIS (Rancangan Kegiatan prioritas).
- Musyawarah warga & Pemerintah Desa/Kelurahan guna mensinergikan rencana pembangunan jangka menengahnya.
- Membangun kemitraan/channeling program pada swasta & PEMDA.
Manakala hal ini mampu diwujudkan secara ikhlas & partisipatif, maka takkan ada kata tak mungkin gerakan kepedulian menuju terwujudnya masyarakat MADANI akan tercapai.
“manakala satu pintu tertutup, maka yakinlah masih ada pintu lain yang masih terbuka”