Selasa, 27 Maret 2012

IB Rai Dharmawijaya Mantra IDENTITAS BERNILAI EKONOMI

Produk tenun tradisional endek yang makin naik kelas, tidak bisa dipisahkan dari sosok Walikota Denpasar Ida Bagus Rai Dharmawijaya Mantra. Di bawah kepemimpinan sosok pria putra mantan Gubernur Bali Ida Bagus Mantra ini, Pemerintah Kota Denpasar terus berupaya mengangkat “pamor” endek. Bagaiamana  sebenarnya pandangan Rai Dharmawijaya Mantra terhadap kain tenun yang kerap disebut sebagai kain abadi ini? Berikut petikan wawancara Galang Kangin dengan Wali Kota Denpasar itu:

Apa yang melatarbelakangi kebijakan Anda untuk mengangkat endek?
Produksi endek merupakan bagian dari ekonomi kreatif. Ekonomi kreatif ini berdampak pada ekonomi rakyat, karena ini diproduksi rakyat secara langsung. Produk ini juga berbasis budaya unggulan. Ini suatu identitas. Makanya kalau bicara masalah budaya, bukan hanya kita terbatas bicara masalah seni, cara bertani, dan lain-lain, tetapi juga masuk pada masalah ekonomi.
Makanya sekarang kalau ingin memajukan dengan pemahaman yang lebih cepat dari masyarakat, apa yang merupakan kebiasaan-kebiasaan masyarakat ini, kita harus berdayakan lagi, kita harus bangkitkan lagi.

Upaya riilnya seperti apa? 
Kita terus mengampanyekan endek pada setiap kesempatan. Even tahunan seperti Denpasar Festival dan juga even lain adalah momen yang bagus. Sekarang yang paling penting, kita mengimbau kepada masyarakat agar mendukung hal ini. Cara yang paling sederhana dengan menggunakan endek dalam berbagai kesempatan. Sebagai output daripada market.
Untuk perajinnya sendiri, kita lakukan pembinaan-pembinaan. Termasuk membantu pengadaan mesin tenun. Pembinaan kita lakukan terkait peningkatan kualitas, desain, kemasan segala macam, sehingga akan terjadi suatu transform untuk lebih meningkatkan nilai dan memberikan perajin martabat yang lebih. Dan tentu saja, yang utama, memberikan kesejahteraan kepada para perajin endek.

Apa kendala terbesar dalam memasyarakatkan endek? 
Sebetulnya masyarakat pada intinya perlu informasi dan perlu suatu kebanggaan. Makanya kemarin dari kepala SKPD kita suruh dulu memakai. Terus dari perbankan, dan dari masyarakat. Jadi endek itu bukan hanya untuk uniform (seragam), tapi dia adalah fashionable.
Memang tidak mudah memasyarakatkan endek ini. Itu sama kayak batik maupun tenun-tenun di Indonesia lainnya yang merupakan kebanggaan bangsa. Kalau sekarang umpama, batik. Kalau orang yang sudah biasa buat endek, disuruh membatik kan susah dia. Kalau ini tidak dibangkitkan lagi, nanti dia nggak ada pekerjaan, juga sulit. Inilah tugas pemerintah, mencari yang lebih dekat pada masyarakat untuk dibangkitkan.

Harga endek yang cukup tinggi kadang membuat masyarakat enggan menggunakannya. Masyarakat kemudian memilih membeli batik dengan harga yang lebih murah. Bagaimana menurut Anda? 
Sebetulnya, batik itu banyak dipakai karena lebih dulu saja. Sebenarnya masalah kain di mana-mana sama, tergantung pada mekanisme pasar. Kalau batik, umpamanya batik tulis, itu juga kita nggak terjangkau untuk membelinya. Selembar kain bisa sampai 5 juta. Tapi karena ini merupakan satu mass product, produk masyarakat, pengusaha-pengusaha itu pintar, ada batik yang murah, yang kualitasnya memang tidak sama dengan produk yang batik tulis itu.

Menurut Anda, apakah endek perlu juga dibuat versi murahnya?
Kalau buat saya, sebenarnya antara endek dan batik dalam mekanisme pasar, dia akan berkembang sendiri. Sebenarnya kalau batik, endek, batik tulis, itu sebenarnya barang eksklusif, karena semua itu handmade (buatan tangan). Tapi  kalau namanya mekanisme pasar, sama kayak rekaman-rekaman video itu, pembajakan, diprint segala macam, akhirnya kesan murah itu ada. Memang sulit kita mengatasi masalah-masalah seperti itu. Tapi yang penting sekarang, yang merupakan produk perajin itu bagaimanapun harus terus kita bantu, kembangkan, dan kita kuatkan.

Bagaimana perkembangan endek saat ini menurut Anda? 
Saya lihat endek sudah semakin dikenal. Bahkan sudah sampai ke luar negeri. Di Jakarta pun, banyak sekali desainer-desainer yang mulai menggunakan endek. Saya lihat di acara music sebuah tv swasta, beberapa orang menggunakan endek. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, menteri-menteri, sekarang  juga suka pakai endek. Ini sebuah kebanggaan.

Apa sebenarnya kekuatan endek Denpasar dibandingkan dari daerah lain di Bali? 
Kita tidak ingin bicara produk endek Denpasar atau luar Denpasar. Yang pasti, memang kekuatan Denpasar adalah sentral market. Denpasar adalah tempat promosi yang efektif. Jadi ya, kita nggak usah bicara desain endek itu khusus desain endek Denpasar. Jangan. Pasar Denpasae terbuka untuk yang lain. Kami hanya bicara masalah endek, dan kami membangkitkan kreativitas dan ide-ide masyarakat. Silahkan berkreasi, dari desainnya, bentuknya, dan lain-lain, silahkan. Mau digabung pakai jeans, dijadikan tas, silahkan. Inilah yang namanya Denpasar kreatif, jangan pemerintahnya saja yang kreatif, tapi masyarakat juga harus kreatif.

Sumber : Tabloid Galang Kangin (edisi : 3/3/2012)

BERITA TERKINI

ARSIP POST